Jumat, 29 Juni 2012

Evaluasi cekdamp Di PT.ANTAM




EVALUASI KELAYAKAN CEKDAMP MONAS DI MORONOPO
PT. ANTAM KAB. HAL-TIM  PROVINSI MALUKU UTARA














 









O L E H  :
ANJAS STYAWAN









PT. ANEKA TAMBANG Tbk UNIT BISNIS PERTAMBANGAN NIKEL
OPERASI MALUKU UTARA KAB. HALMAHERA TIMUR
B U L I




BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Suatu kegiatan penambangan selalu berdampak terhadap perubahan fisik terutama di daerah sekitarnya. Untuk itu pengelolaan dan pemantauan lingkungan harus menjadi perhatian serius, penambangan haruslah berwawasan lingkungan dan berkelanjutan merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya kedalam proses kegiatan penambangan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.
 Topografi daerah Moronopo memiliki elevasi tertinggi yaitu, 540 meter diatas permukaan laut, pada daerah perbukitan terlihat adanya punggung utama yang kemudian bercabang, antara bukit tersebut dibatasi oleh lembah dan lereng. Terdapat beberapa tumbuh-tumbuhan yang tergolong hutan lebat, dimana endapan bijih nikel berada, pada daerah pesisir pantai terdapat rawa yang ditumbuhi oleh mangrove.
Kegiatan penambangan tidak terlepas dari masalah lingkungan karena memiliki jangka waktu tertentu. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya erosi karena curah hujan yang tinggi, hal ini dapat menghambat operasional penambangan, menyebabkan kelongsoran, pengikisan pada permukaan tanah/erosi, serta terjadi kekeruhan dan pendangkalan pada air laut. Untuk itu, perlu adanya perancangan teknis pencegahan erosi untuk meminimalkan dampak lingkungan.
1.2        Rumusan Masalah
1.2.1  Identifikasi masalah
Dalam merencanakan teknik pencegahan erosi untuk meminimalkan dampak lingkungan, terlebih dahulu di identifikasi pemasalahan sebagai berikut :
·         Intensitas curah hujan
·         Luas daerah tangkapan hujan
·         Debit air limpasan
·         Daerah aliran air
·         Jarak dan kemiringan lahan/lereng
1.2.2        Batasan masalah
Perencanaan teknis pencegahan erosi untuk meminimalkan dampak lingkungan di Moronopo
1.3  Tujuan
·         Menahan/mengurangi laju erosi
·         Mengendapkan material/sedimen sebelum dialirkan ke laut
·         Mencegah terjadinya kelongsoran
1.4        Pemecahan Masalah
·         Penentuan luas daerah tangkapan hujan
·         Perhitungan waktu konsentrasi hujan
·         Perhitungan intensitas curah hujan
·         Perhitungan jarak dan kemiringan lahan
·         Perhitungan debit air limpasan, memprediksi erosi lahan/yil sedimen dan volume material yang mengendap
·         Sistem drainage















BAB II
LANDASAN TEORI

2.1        Erosi
Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses penghayutan tanah oleh kekuatan air dan angin, baik berlangsung secara alamiah maupun sebagai tindakan manusia. Umumnya yang paling berpotensi terjadinya erosi  adalah air. Di daerah penambangan terdapat beberapa air yang berasal dari :
·         Air permukaan adalah air yang terdapat dan mengalir di atas permukaan tanah.
·         Air bawah permukaan adalah air yang terdapat dan mengalir dibawah permukaan tanah.
2.2        Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
2.2.1  Iklim
Iklim sangat besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur, dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan memainkan peranan penting  dalam erosi tanah melalui  tenaga penglepasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui konstribusinya terhadap aliran.
2.2.2  Tanah
Secara fisik, tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran. Pertikel-pertikel tersebut tersusun dalam bentuk matriks yang pori-porinya kurang lebih 50%, sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara esensial, semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah.
2.2.3  Topografi
Topografi umumnya dinyatakan kedalam kemiringan dan panjang lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng.
2.2.4  Tindakan campur tangan manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor paling penting terhadap terjadinya erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan tersebut kebanyakan berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi.
2.3        Metode Prediksi Erosi Dan Yil Sedimen
2.3.1  Model regresi ganda
Model ini banyak dikembangkan untuk memprediksi yil sedimen jangka panjang pada daerah tangkapan air. Tujuannya adalah (Bogardi, et.al.1986) :
a.       Memperhitungkan Proses alamiah secara integral
b.      Menawarkan penyelesaian sederhana
c.       Memakai data yang mudah diperoleh
Berikut adalah persamaan regresi yang telah dikembangkan :
Fournier, 1960 menurunkan persamaan empiris untuk memprediksi yil sedimen (Slaymaker, 1977).
Log SY = 2,56 log  + 0,46 log H  tan  S – 1,56 .........................(1)
Dimana :    SY     = Yil sedimen (ton/ km2/tahun)
                  Phm     = Hujan rata-rata bulanan tertinggi (mm)
                  Pma       = Hujan tahunan rata-rata (mm)
                  H        = Ketinggian rata-rata (m)
                  S        = Kemiringan rata-rata (derajat)
2.3.2  Universal soil loss equation (USLE)
Berdasrkan analisis statistik terhadap lebih dari 10.000 tahun data erosi dan aliran permukaan, parameter fisik dan pengelolaan dikelompokkan menjadi llima variabel utama yang nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeris. Yaitu sebagai berikut : 
E  = R. K . L . S . C . P  ..........................................................................(2)
Dimana :
      E    =      rata-rata erosi tanah tahunan (ton/ha)
      R    =      indeks erosivitas hujan
      K   =      faktor erodibilitas tanah
                      L    =      faktor panjang lereng untuk menghitung erosi dibandingkan   dengan lereng yang panjangnya 22,23 m
S    =     faktor kemiringan lereng untuk menghitung erosi dibandingkan dengan kemiringan lereng 9% 
C    =     faktor pengelolaan tanah untuk menghitung erosi dibandingkan dengan tanah yang terus menerus terbuka
P    =     faktor praktek pengawetan tanah untuk menghitung erosi dibandingkan dengan tanah tanpa usaha pengawetan
Besarnya R, L dan S dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
R  = 0,41 x H1,09 ...............................................................................(3)
dengan H = curah hujan (mm/tahun)
L =  .........................................................................................(4)
dengan Lo = panjang lereng (m)
S =  .......................................................................................(5)
dengan S = kemiringan lereng (%)

Tabel 2.1
Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah



Tabel 2.2
Jenis tanah dan nilai K



Tabel 2.3
Perkiraan nilai faktor C berbagai jenis penggunaan lahan

2.4        Curah Hujan Dan Intensitas Curah Hujan
2.4.1  Curah hujan
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Curah hujan sangat berpotensi terjadi erosi, Karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air limpasan.
2.4.2        Periode ulang hujan
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan terjadi pada setiap n tahun. Jika suatu data curah hujan mencapai harga tertentu (x) yang diperkirakan terjadi satu kali dalam n tahun, maka n tahun dapat dianggap sebagai periode ulang dari x. Perhitungan periode ulang dilakukan dengan Metode Gumbel. Rumus metode Gumbel Tipe 1 adalah :
Y = a (X – Xo).....................................................................................(6)
Dimana :  Y        =  Faktor reduksi Gumbel
                  x       =  CH maks rata-rata selama tahun pengamatan (mm)
                  X      =  Curah hujan rencana
                  Xo    = -
                  a       =
                  S       =  Deviasi standar
Nilai curah hujan maksimum rata-rata (x) dapat dihitung dengan rumus :
                  x       = ......................................................................(7)
Dimana :  Xi       =  Curah hujan maksimum pada tahun x
                  n       =  Lama tahun pengamatan
Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus :
                  S       = .........................................................(8)

Tabel 2.4
Hubungan Periode Ulang (T) Dengan Reduksi Variansi


2.4.3        Intensitas curah hujan
Intensitas Curah Hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu dalam jangka waktu yang relatif singkat, dinyatakan dalam mm/jam, yang artinya tingkat dan kedalaman yang terjadi adalah sekian mm dalam periode 1 jam. Untuk itu hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatis. Apabila curah hujan harian diketahui tidak terdistribusi merata setiap tahun, maka menurut Mononobe (1953), intensitas curah hujan untuk lama waktu hujan sembarang yang dihitung dari data curah hujan  harian yaitu :
I =   ...…………………………………….......................(9)
Dimana :    I       = Intensitas curah hujan (mm/ jam)
             R24   = Curah hujan 24 jam (mm)
             t        = Waktu konsentrasi hujan (jam)
Waktu konsentrasi Hujan dapat dihitung dengan cara :
t =  ...………………………………………………………………(10)          
Dimana :    L       = Panjang pengaliran (Km)
            V      = Kecepatan aliran (km/jam)
V =  Kecepatan perambatan aliran (km/jam) = 72..................(11)
Dimana :    V      = Kecepatan perambatan aliran (Km/jam)
           H      =  Beda  tinggi  antara  tempat jatuh hujan terjauh dengan lokasi pengamatan (m)
   L       = Panjang pengaliran (Km)

Tabel 2.5
Koefisien Pengaliran Oleh Dr. Mononobe


2.5    Daerah Tangkapan Hujan ( Catchment Area )
Daerah tangkapan hujan adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan menuju suatu daerah kerja, dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah tersebut.
2.6    Air Limpasan
Bila curah hujan melampaui kapasitas penyerapan (infiltrasi), maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan, akan tetapi besarnya air limpasan ini tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan karena disebabkan oleh efek penggenangan di permukaan tanah. Penentuan besar debit air limpasan maksimum ditentukan dengan metode “Rasional”, dinyatakan dalam rumus :
Q = 0,278. C.I.A  ..…………………..………………………………..(12)
Dimana :       Q   = Debit aliran limpasan (m³/detik)
               C   = Koefisien limpasan (Tabel 2.6)
               I     = Intensitas curah hujan (mm/jam)
               A   = Luas daerah tangkapan Hujan (Km²)
Tabel 2.6
Harga Koefisien Limpasan


Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan antara lain :
2.6.1   Faktor meteorologi
·         Jenis presipitasi yaitu hujan dan salju. Hujan mempengaruhi secara langsung, sedangkan salju tidak mempengaruhi secara langsung
·         Intensitas curah hujan yang bergantung kepada kapasitas infiltrasi dimana jika air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melampaui kapasitas infiltrasi maka besar limpasan akan meningkat
·         Lamanya curah hujan dalam waktu yang panjang akan memperbesar limpasan
2.6.2   Faktor fisik
·         Kondisi penggunaan tanah misalnya: air yang jatuh di daerah vegetasi yang kurang lebat, kemudian mengisi rongga-rongga tanah yang terbuka akan cepat mengalami infiltrasi dan apabila daya tampung dalam lekukan permukaan tanah telah penuh, akan menyebabkan limpasan air hujan mengalir di permukaan tanah.
·         Jenis tanah dan  bentuk butir adalah faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi.      
·         Faktor lain yang mempengaruhi limpasan seperti pola aliran sungai dan daerah pengaliran secara tidak langsung serta drainase buatan lain.

2.7    Air Tanah
Sumber air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan mengalami infiltrasi, rembesan air tanah dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan ketinggian air tanah.
2.8        Sistem Penyaliran Tambang
Sistem penyaliran tambang adalah usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau mengeluarkan air yang telah masuk ke permukaan kerja. Perhitungan pengaliran suatu saluran air ditentukan dengan menggunakan rumus manning sebagai berikut :
Q =  x R2/3 x S1/2 x A  ..…………………………………….............(13)
Dimana :    Q  = Debit aliran maksimum (m3/detik)
                           A  = Luas penampang basah (m2)
                           n  = koefisien kekerasan dinding salurah (tabel 2.7)
                           R  = Jari-jari koefisien hidrolis = A/P
                           S  = Gradien saluran (%)

Tabel 2.7
Koefisien kekerasan manning


Untuk menghitung dimensi saluran adalah :
         Z       = Cotg a .......................................................................................(14)
         B      = b + 2X ......................................................................................(15)
         H      = d + W .......................................................................................(16)
         b/d    = 2 [(1 + z2)1/2 – z] .....................................................................(17)
         A      = b + z . d2 ...................................................................................(18)
         R      = ½ d ...........................................................................................(19)
         a       = .....................................................................................(20)
         X      = z (d + W) .................................................................................(21)
Dimana :    b       = lebar dasar saluran (m)
              B      = lebar permukaan saluran (m)
              H      = kedalaman saluran (m)
              A      = luas penampang saluran (m2)
              r        = jari-jari hidrolik (m)
                   = sudut kemiringan saluran ( o )
              a       = panjang sisi saluran (m)
              h       = kedalaman air (m)
              n       = koefisien manning
              w      = faktor keamanan
              R      = ½ d
2.9    Jarak Dan Kemiringan Saluran
Kemiringan lereng atau saluran, dengan panjang  sebenarnya dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :
Text Box:  h             =    t2 – t1
PP          =     Jd x Skala peta 
Tg α       =    
α             =     arctg 
Sin α      =    
PS          =       
S            =      x 100%
Dimana :       t1     = Ketinggian hilir saluran dari permukaan laut
                 t2     = Ketinggian hulu saluran dari permukaan laut (m)
                 h    = Beda tinggi antara t1 dan t2
                 PS  = Jm : Panjang saluran sebenarnya atau jarak miring (m)
                             PP  = Jd : Panjang saluran diatas peta atau jarak miring (m)
                    = Sudut kemiringan saluran (˚)
                 S    = Kemiringan saluran (%)
2.10    Kolam Pengendapan/Check Dam
Pada umumnya air dari sistem drainage atau aliran air dari area penambangan banyak mengandung lumpur, sehingga bila langsung dialirkan ke sungai atau laut akan menyebabkan kekeruhan dan pendangkalan. Dalam upaya untuk memperkecil pencemaran terhadap sungai atau laut, maka cara yang ditempuh adalah membuat check dam. Untuk menentukan dimensi check dam dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
·         V      =  E x Density OB x Umur Tambang....……...……………..(22)
·         V      = Q x t ....................................................................................(23)
·         A      =  ..........………………………………………………….(24)
·         P       =  ...………………………………………………………(25)
Dimana :    V   = Volume kolam pengendapan
                            E    = tanah yang tererosi 
                            A   = luas kolam pengendapan
                            P    = panjang kolam pengendapan
                            Q   = debit air limpasan
                            t     = lama hujan dari curah hujan tertinggi
                            d    = kedalaman yang direncanakan
                            l     = lebar yang direncanakan

















BAB III
HASIL PERHITUNGAN

3.1        Analisa Data Curah Hujan
Metode yang digunakan dalam perhitungan data curah hujan adalah metode Distribusi Gumbel tipe 1, sebagai berikut :

Tabel 3.1
Curah Hujan
x =  
x =    = 115,35 mm/bulan







3.2        Catchmen Area
Catchmen area adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan menuju suatu daerah kerja, dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah tersebut.

Text Box: Catchmen Area

Gambar 3.1
Catchmen Area Mornopo

Luas Catchment : 230465 m² = 23,05 Ha = 0.23 km²
Vegetasi rapat : 35% = Luas area : 0,081km²
Daerah terbuka : 65% = Luas area : 0,150 km²





3.3        Pola Drainase
Pola drainase adalah air yang mengalir dari tempat titik tertinggi ke tempat yang lebih rendah.


Gambar 3.2
Pola Aliran Drainase


     


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Evaluasi Cekdamp Monas
Dari hasil perhitungan untuk evaluasi cekdamp monas dapat menampung debit air sebesar, dapat dilihat pada (lampiran D ) :
Text Box: 2Text Box: 1
Gambar : 4.1
Cekdamp Monas

Tabel 4.1
Debit Air
4.2 Luas Cekdamp
Dari hasil perhitungan luas cekdamp monas adalah sebesar, dapat dilihat pada (lampiran E ) :
Tabel 4.2
Luas Kolam Pengendapan
4.3 Sedimentasi Pada Cekdamp Monas
Dari hasil perhitungan material lumpur pada cekdamp monas sebesar 9915 m³ (lihat lampiran E )

Gambar 4.2
Sedimen Cekdamp Monas


4.4 Desain Cekdamp Monas
Desain cekdamp monas dengan lebar 46 meter panjang tanggul 60 meter dan lebar tanggul 13 meter

Gambar 4.3
Desain Cekdamp Monas







4.5  Pola Aliran Cekdamp Monas

Pola aliran cekdamp monas adalah air yang masuk melalui gorong-gorong (inlet),   kemudian air yang membawa material mengalami proses pengendapan pada kolam pertama, kemudian air masuk pada gorong-gorong yang memotong tanggul tengah dan mengalami proses pengendapan pada kolam kedua lalu keluar melalui gorong-gorong (outlet).

Text Box: OutletText Box: Inlet
Gambar 4.3
Pola Aliran Cekdamp Monas 
  BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
1.        Data curah hujan perbulan adalah sebesar 115,35 mm/bulan.
2.        Luas Catchment : 230465 m2 = 23,05 Ha = 0.23 km2.
3.        Debit air pada kolam pengendapan 1 sebesar 2,56 m³/detik dan untuk debit air pada kolam pengendapan 2 sebesar 1,35 m³/detik.
4.        Desain cekdamp monas dengan lebar 46 meter panjang tanggul 60 meter dan lebar tanggul 13 meter.
5.        Secara teoritis luas cekdam monas adalah sebesar 2560,10 m²  sedangkan luas cekdamp monas esisting sebesar 4928 m² jadi kesimpulannya cekdamp dapat menampung debit air.
6.        Untuk perawatan cekdamp monas, waktu pengerukan dilakukan setiap 19,1 jam atau dilakukan pengerukan setiap hari dengan menggunakan excavator Longarm atau excavator Pc 200.
7.        Untuk lumpur hasil pengerukan cekdamp monas langsung di angkut dengan menggunakan dump truck ke tempat waste dump di blok AIII dan ditata untuk dilakukan penanaman kembali. 
5.2  Saran
1.      Untuk mencegah terbawanya sedimen oleh air khususnya bronjong dan turap, maka dalam konstruksinya dipilih batu/boulder yang bersih dan berat, yang dilapisi filter/penyaring pada selah-selah yang disusun dengan rapi dan teratur 
2.       Sebelum air yang masuk kedalam cekdam melalui gorong-gorong (inlet) hendaknya membuat settling pond di depan gorong-gorong (inlet) dan penyusunan bolder disisi gorong-gorong.
3.      Jika melihat kemampuan cekdamp monas yang hanya menampung material selama 19,1 jam, maka diperlukan penataan lahan untuk membagi catchmen area agar air tidak masuk ke cekdam monas seluruhnya.
4.      Dengan kondisi air masuk ke cekdamp monas seluruhnya maka, diperlukan perencanaan cekdamp baru.
DAFTAR PUSTAKA


Otto Soemarwono. 2003. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jogyakarta : Gadja Mada University Press.

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Tambang. Bandung.

Diklat Perencanaan Tambang. 2004. Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Tambang Gelombang II. Bandung : Laboratorium Perencanaan dan Simulasi Tambang

Supli Effendi Rahim. 2003.  Pengendalian Erosi Tanah, Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta : PT. Bumi Aksa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar